Sejumlah jurnalis di Mimika berkesempatan untuk menyaksikan laga uji tanding antara anak-anak didikan Papua Football Academy (PFA) melawan dengan tim sekotanya, SSB Mimika Putra di Mimika Sport Complex (MSC), Mimika, Sabtu (25/3/2023) sore.
Meski hanya pertandingan persahabatan, namun pertandingan tersebut menjadi ajang pembuktian anak-anak didikan PFA setelah melewati 207 hari masa penggemblengan mental dan fisik sejak diresmikan Presiden Jokowi pada 31 Agustus 2022.
Hasil cukup memuaskan pun diraih Tim A dan Tim B dari PFA melawan saat melawan SSB Mimika Putra.
Tim A PFA berhasil mengalahkan Tim A Mimika Putra dengan skors 2-1. Menariknya dari pertandingan ini, meski dari segi umur pemain Tim A PFA rata-rata 1-3 tahun lebih muda dari umur pemain SSB Mimika Putra, namun penguasaan bola Tim A PFA justru lebih unggul. Nampak skil individu Tim A PFA begitu mendominasi.
Sedangkan Tim B PFA juga tampil impresif dengan menyarangkan 5 gol tanpa balas ke gawang Tim B SSB Mimika Putra.
Keunggulan Tim PFA pun mendapat pengakuan dari Pemilik SSB Mimika Putra Geritz Rumaropen. Menurutnya, perkembangan anak didik PFA nampak begitu pesat /setelah tim mereka pernah 3 kali berjumpa di laga persahabatan.
“Memang setiap kali melawan PFA kita harus memberi kemampuan ekstra. Karena mereka punya porsi latihan lebih dari kita,” kata Geritz saat jumpa pers usai pertandingan.
Tentu perkembangan kemampuan individu maupun kemampuan tim anak didik PFA tidak terlepas dari pola pendidikan yang diterapkan di PFA. Proyek ambisius dari Freeport untuk mencetak talenta sepakbola Papua menjadikan PFA bak Kawah Candradimuka, tempat lahirnya Kesatria Gatotkaca dalam hikayat pewayangan Jawa.
Dikisahkan, seorang anak dari salah satu Pandawa Lima, Bima bernama Jabang Bayi Tetuko digembleng Batara Empu Anggajali pada Kawah Candradimuka. Setelah melewati “pendidikan privat” di Kawah Candradimuka, Jabang Bayi Tetuko berubah menjadi ksatria perkasa yang kemudian dikenal dengan nama Raden Gatotkaca. Ksatria mahasakti dengan julukan otot kawat tulang besi dari Pringgondani.
PFA sebagai sebuah akademi sepakbola bisa dikatakan memiliki fungsi yang sama seperti Kawah Candradimuka. Sebuah tempat untuk menggembleng dan melahirkan talenta sepak bola sehingga kelak mereka menjadi “kesatria” bola dari Papua. Kesatria yang tidak hanya memiliki kesaktian ilmu saja, tapi juga memiliki budi pekerti luhur.
Berbagai kelengkapan sarana prasarana maupun kelengkapan (SDM) disediakan PT Freeport Indonesia (PTFI) demi mendidik 30 anak-anak Papua yang lolos seleksi 477 pendaftar dari Mimika, Merauke dan Jayapura.
Tak tanggung-tanggung, untuk tempat berlatih saja, PTFI memilih Mimika Sport Complex (MSC) sebagai Markas PFA. Sebuah kompleks olahraga bertaraf internasional yang dibangun PTFI seharga 33 juta dolar AS atau sekitar Rp 468 miliar di atas lahan seluas 12,5 hektar milik Pemkab Mimika.
Di MSC tersebut, 30 anak menjalani pendidikan pola asrama. Setiap harinya mereka mendapatkan pelatihan sepakbola dan pendidikan sekolah formal. Untuk pendidikan formal, PFA bekerjasama dengan Dinas Pendidikan Mimika untuk mendatangkan guru-guru.
Tak hanya itu, semua perlengkapan mereka dalam pendidikan hingga makanan disediakan oleh Freeport dan semua siswa tidak dipungut biaya sepeserpun selama 2 tahun.
Setiap harinya 30 murid PFA menjalani porsi pelatihan sepakbola yang diawasi langsung mantan asisten timnas Indonesia, Wolfgang Pikal. Pelatih pemegang lisensi AFC Pro kelahiran Austria 1 November 1967 tersebut yang dipercaya menjadi Direktur PFA.
Tak hanya itu, setiap harinya murid-murid PFA juga dilatih oleh jajaran pelatih berlisensi PSSI dan punya perhatian besar pada program pengembangan usia dini seperti Melky Papare, Kelly Pepuho, Hugo Oceano, Moh Irsadul Anam.
Sedangkan menjadi Kepala Pelatih PFA adalah Ardiles Rumbiak. Mantan pemain Persipura yang memiliki Lisensi A PSSI Diploma. Ardiles merupakan sedikit pelatih asli Papua yang memegang Lisensi A.
Untuk menggebleng para siswanya, tiap harinya mereka melakukan porsi pelatihan berbeda seperti teknik penguasaan bola, latihan fisik, teknik crossing dan finishing, hingga teknik penjaga gawang.
PFA tidak hanya melakukan pelatihan rutin di markas saja namun juga melakukan latih tanding. Hingga hari ke 207 (Sabtu-25/3/2023) atau 8 bulan setelah diresmikan, tercatat PFA telah melakoni 29 laga baik eksebisi maupun kompetisi dengan lokasi tanding di Timika, Mojokerto, Malang, dan Yogyakarta.
Pada sesi jumpa pers di MSC usai laga persabatan PFA vs SSB Mimika Putra, Direktur PFA, Wolfgang Pikal menyatakan, seluruh latihan rutin dan latih tanding merupakan langkah PFA untuk meningkatkan kemampuan siswa-siswanya dalam bermain bola. Bahkan mulai tahun ini, pihaknya berencana meningkatkan porsi latihan.
“Selama ini latihan kita 12 jam seminggu. Ini akan kita tingkatkan menjadi 16 jam per minggu. Kita targetkan September bisa 20 jam seminggu. Memang untuk tingkatkan beban latihan harus pelan-pelan,” jelasnya.
Namun Wolfgang menegaskan tolak ukur keberhasilan bagi siswa PFA bukanlah kemampuan sepakbola saja. Pendidikan dan karakter juga menjadi faktor utama dalam mengevaluasi para siswa. Karena bagi pemain bola, kesuksesan ditempuh dalam waktu lama, tidak bisa terlihat dalam 1-2 tahun. Sehingga pondasi pembelajaran yang ditanamkan dalam PFA adalah selain mampu bermain bola tapi juga membentuk sifat dan sikap karakter siswa PFA.
“Kriteria sukses di PFA itu setelah lulus bisa ke pro akademi itu bagus. Tapi setelah lulus jadi anak yang punya sopan santun, menjaga disiplin, jadi anak produktif, itu juga jadi kriteria sukses untuk PFA. Bakat anak-anak Papua itu bagus-bagus, teknik, kecepatan, taktik bagus. Tapi mereka harus punya karakter dan disiplin hidup seperti atlet dunia,” ujarnya.
Menghasilkan talenta pemain bola yang berkarakter memang bukanlah perkara remeh. Butuh perencanaan, fasilitas, sumber daya manusian (SDM) dan gelontoran dana yang tidak sedikit. Kesemuanya harus terikat erat dalam sebuah komitmen jangka panjang yang bisa jadi sangat melelahkan.
Namun, semuanya itu mampu dijawab PTFI. Di laman https://papuafootballacademy.com Direktur PT Freeport Indonesia, Claus Oscar Ronald Wamafma menyatakan, PTFI berkomitmen penuh mendukung PFA. Ada alasan di balik dukungan perusahaan yang telah berdiri selama 55 tahun di Tanah Papua tersebut.
“PFA menjadi penting dalam investasi sosial PT Freeport Indonesia. Bagi PTFI dan masyarakat Papua, kehadiran Papua Football Academy adalah merajut mimpi melihat talenta sepak bola dari tanah papua. Kita ingin melihat putra Papua menjadi pemain yang bisa berbicara di level nasional bahkan mungkin suatu saat di level internasional,” kata Claus.
Claus mengatakan, PFA akan menjadi portofolio baru PTFI. PFA akan menjadi komitmen jangka panjang PTFI dengan semua fasilitas dan standar yang dipersyaratkan oleh FIFA. Bahkan dengan menerapkan konsep PFA Children Safeguarding.
Jangan bandingkan dulu PFA dengan Akademi Persib Bandung yang sudah hasilkan banyak gelandang hebat seperti Gian Zola, Abdul Aziz, Febri Hariyadi dan Beckham Putra Nugraha. Jangan sandingkan juga PFA dengan Akademi Diklat Salatiga, yang sudah berdiri sejak 1973 dan telah melahirkan pemain legenda seperti Bambang Pamungkas dan Kurniawan Dwi Yulianto.
Saat ini, mengukur PFA adalah mengukur sebuah proses. Bagaimana pola pelatihan dan pendidikan mampu menempa talenta anak-anak Papua menjadi calon kesatria bola, sebagai sosok yang tidak saja berilmu, tapi juga memiliki karakter budi pekerti yang luhur.
(Ditulis oleh Ali Nur Ichsan, pemenang PFA Writing Competition di Antarpapuanews.com)