Mengenal Warisan Budaya Bali di Desa Adat Carangsari

October 31, 2025

Desa Adat Carangsari, yang terletak di Kecamatan Petang, Kabupaten Badung, Bali, adalah salah satu permukiman tradisional yang kaya akan sejarah, budaya, dan nilai spiritual. Desa ini tidak hanya menjadi tempat hidup komunitas, tetapi juga merupakan benteng pelestarian adat dan tradisi leluhur yang telah berlangsung selama berabad-abad. Nama Carangsari sendiri konon berasal dari kata “carang” (bagian dari pohon bambu) dan “sari” (inti atau esensi), yang secara filosofis dapat dimaknai sebagai sumber kehidupan yang teguh dan berkelanjutan.

Sejarah Desa Adat Carangsari tidak dapat dipisahkan dari figur penting dalam sejarah Bali, yaitu Arya Damar. Arya Damar, atau yang juga dikenal sebagai Arya Sentong, adalah seorang panglima perang dari Kerajaan Majapahit yang turut serta dalam ekspedisi Gajah Mada untuk menaklukkan Bali pada abad ke-14. Setelah penaklukan, ia menetap dan membangun pemerintahan di daerah ini, menjadi cikal bakal masyarakat Carangsari. Keturunannya kemudian menyebar dan memegang peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan di Bali. Pura Puseh dan Pura Dalem Carangsari menjadi pusat spiritual utama yang erat kaitannya dengan pemujaan kepada leluhur, khususnya Arya Damar. Dalam konteks sejarah nasional Indonesia, Desa Carangsari menjadi tempat kelahiran I Gusti Ngurah Rai, pahlawan nasional Indonesia yang kini namanya diabadikan sebagai nama bandara internasional di Denpasar. Selepas kematiannya dalam pertempuran Puputan Margarana, I Gusti Ngurah Rai dimakamkan di kelahirannya, Desa Carangsari. Kini, area sekitar makam I Gusti Ngurah Rai dikenal sebagai Monumen Carangsari yang sering dimanfaatkan untuk kegiatan masyarakat setempat.

Sebagai sebuah desa adat, Carangsari menjalankan sistem sosial dan keagamaan berdasarkan konsep Tri Hita Karana, harmoni antara manusia dengan Tuhan, dengan sesama manusia, dan dengan alam. Struktur organisasi adatnya dipimpin oleh seorang Kelian Adat, yang bertugas memimpin persembahyangan bersama, menyelesaikan sengketa adat, dan memastikan seluruh aturan (awig-awig) desa dipatuhi. Kehidupan sehari-hari masyarakatnya diwarnai oleh berbagai upacara dan ritual, mulai dari upacara lingkaran hidup (seperti potong gigi dan pernikahan) hingga upacara berskala besar untuk kesuburan alam dan kemakmuran desa.

Selain itu, Desa Adat Carangsari juga dikenal dengan tradisi Baris Dadap, sebuah tarian sakral yang dimainkan oleh para pria dan biasanya dipentaskan dalam upacara-upacara penting di Pura Dalem. Kekhasan lain yang menarik adalah keberadaan Subak Carangsari, sistem irigasi tradisional untuk persawahan yang telah diakui UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia. Sistem subak ini mencerminkan kearifan lokal dalam mengelola sumber daya air secara adil dan berkelanjutan, yang dikelola langsung oleh masyarakat adat.

Sebagai salah satu rangkaian acara Turnamen International Football Championship (IFC) 2025 yang diikuti oleh Papua Football Academy (PFA) U-14, anak-anak PFA datang langsung mengunjungi Desa Adat Carangsari untuk mempelajari kebudayaan Bali secara langsung di sana sekaligus seremoni penutupan dari Turnamen IFC 2025. Selain itu kegiatan tersebut juga termasuk kedalam program rutin PFA dimana anak-anak harus mempelajari Wawasan Nusantara setiap mereka berkunjung ke suatu daerah.

Sesampainya di Desa Carangsari, anak-anak langsung belajar ketuk bambu, yakni musik pengiring untuk tarian kecak. Mereka sangat antusias mengikuti kegiatan tersebut, bambu-bambu dibunyikan dengan sebilah tongkat kecil yang menghasilkan bunyi tok-tok-tok. Irama musik bambu mengalun mengikuti ketukan yang dipimpin oleh sang pengajar menggunakan gong. Selain itu, anak-anak juga menggunakan atribut tradisional bali, yakni udeng dan kamen. Tidak hanya mempelajarinya, tapi anak-anak langsung menampilkan tari kecak tadi bersama dengan seluruh tim peserta turnamen IFC di panggung penutupan. Hal ini tentu meninggalkan kesan positif bagi anak-anak karena mereka mendapatkan ilmu dan wawasan baru tentang keragaman budaya Indonesia, khususnya Bali.

Alor Kobogau, salah satu penggawa PFA yang turut mempelajari tari kecak mengungkapkan kebahagiaannya mengikuti kegiatan tersebut. Menurutnya, apa yang ia pelajari di Carangsari sangat menyenangkan, karena sekaligus belajar, ia juga bersosialisasi dengan teman-teman baru yang berasal dari berbagai negara.

“Kegiatannya sangat seru, agak gugup juga saat mau naik panggung tapi tidak apa-apa karena senang juga tadi, belajar bareng, main bareng juga ketemu teman-teman dari jepang, filipina, jadi saya senang,” tutur Alor.

Kegiatan di Desa Adat Carangsari ditutup dengan pembacaan gelar juara bagi tim peserta IFC sekaligus pengumuman penghargaan untuk anak-anak yang mendapatkan nominasi terbaik serta anak-anak yang mendapatkan beasiswa untuk mengikuti kegiatan training camp di spanyol bersama akademi Levante International U.D.

Papua Football Academy (PFA) adalah akademi pembinaan sepak bola profesional yang berfokus pada pengembangan talenta muda Papua secara holistik — meliputi aspek teknik, pendidikan, karakter, dan kesehatan.

Sebuah program social investment dari PT Freeport Indonesia sebagai wujud nyata kepedulian terhadap masa depan sepak bola Papua dan Indonesia. PFA berkomitmen mencetak pemain muda yang berprestasi di lapangan, berintegritas dalam perilaku, dan berdaya saing di tingkat nasional maupun internasional.

TERTARIK UNTUK JOIN PAPUA FOOTBALL ACADEMY?

Papua Football Academy

Papua Football Academy adalah wadah bagi putra Papua untuk menimba ilmu sepak bola dan pendidikan formal yang mempersiapkan siswanya menjadi individu yang kompetitif, kreatif, dan berdaya saing.

Schedule

October 2025
MTWTFSS
 12345
6789101112
13141516171819
20212223242526
2728293031 

All contents © copyright Papua Football Academy. All rights reserved.