Pada 31 Agustus 2022 silam, di Stadion Utama Lukas Enembe, Sentani, Kabupaten Jayapura, Presiden Joko Widodo meresmikan akademi sepak bola yang bernama Papua Football Academy atau PFA. PFA dibentuk atas inisiatif PT Freeport Indonesia untuk melahirkan generasi muda Papua bertalenta di lapangan sekaligus berprestasi secara akademik.
Papua Football Academy merupakan akademi sepak bola pertama di Tanah Papua yang mengusung visi misi memberikan pendidikan dan mengoptimalkan talenta anak Papua menjadi pemain sepak bola yang berintelegensi, kompetitif, percaya diri, adaptif, dan berpeluang menjadi pemain sepak bola profesional di Tanah Air dan Internasional. Jokowi pun berharap PFA melahirkan talenta Papua yang berkualitas.
“Tidak hanya sepak bola yang disiapkan, tapi juga pendidikan formalnya, sehingga [para siswanya] tetap sekolah. Diharapkan nantinya [mereka] akan menjadi pemain-pemain bola yang memiliki jiwa percaya diri yang kuat, karakter yang kuat, yang kompetitif, yang sportif, tapi juga pandai dan pintar,” kata Jokowi saat meresmikan PFA.
Papua Football Academy yang berpusat di Mimika Sport Complex, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah itu sudah memiliki 30 siswa generasi pertama U13-U14. Para siswa itu terjaring dari hasil pencarian bakat. Mereka berasal dari Timika, Merauke, dan Jayapura, dengan latar belakang keluarga yang berbeda-beda.
Akademi itu ditangani Wolfgang Pikal, warga negara Austria yang sudah tak asing dengan persepakbolaan Indonesia. Ia dibantu pelatih kepala Ardiles Rumbiak serta Melky Papare dan Kelly Pepuho sebagai asisten pelatih.
PT Freeport Indonesia (PTFI) punya alasan kuat membangun Papua Football Academy di Bumi Cenderawasih. Papua satu di antara gudang talenta lapangan hijau yang sudah mendunia. Sayangnya, banyak talenta potensial yang tak terpoles secara formal.
“Papua Football Academy menjadi penting dalam investasi sosial PTFI. Selama ini, PTFI ikut bersama pemerintah dalam proyek membangun Papua dengan komitmen kami pada bidang kesehatan, pendidikan, infrastruktur, transportasi, dan ekonomi untuk masyarakat asli Papua. Bagi PTFI dan masyarakat Papua, kehadiran Papua Football Academy merajut mimpi melihat talenta sepak bola dari Tanah Papua,” ujar Direktur PT Freeport Indonesia, Claus Oscar Ronald Wamafma.
Mimpi Wamafma, PFA akan melahirkan pemain bintang yang berprestasi secara internasional. “Kami ingin melihat putra Papua menjadi pemain yang bisa berbicara di level nasional, bahkan mungkin suatu saat di level internasional,” ujar Wamafma.
Mengutip pemikiran Michael Austin, seorang Profesor Filsafat dari Universitas Eastern Kentucky, Amerika Serikat, dalam sebuah artikel Panditfootball, ia mengatakan keterlibatan anak-anak di sepak bola dan olahraga lainnya dapat membantu membangun karakter mereka dalam cara yang positif.
Hal itu ditunjukkan dalam bentuk bekerja sama dengan orang lain, bekerja sama untuk tujuan yang sama, merespons kekalahan dan kemenangan dengan tepat, serta tumbuh dengan keberanian, kerendahan hati, kesabaran, maupun ketekunan.
Ardiles Rumbiak, mantan pemain Persipura Jayapura dan Sriwijaya FC yang saat ini menjadi Pelatih Kepala Papua Football Academy mengatakan ada beberapa aspek yang ditanamkan kepada para siswa akademi itu. Selain menanamkan pemahaman seluk beluk sepak bola, para siswa juga ditempa baik secara mental, fisik, kedisiplinan, pola pikir dan perilaku.
Rumbiak menyatakan aspek-aspek tersebut menjadi dasar untuk melahirkan individu yang berkualitas dan profesional di masa mendatang.
“Untuk membina anak-anak, kami tidak bisa disulap dalam waktu singkat. Selain karakter, mental, fisik, pola pikir, juga mengenai attitude atau perilaku, agar bagaimana saat pertandingan mereka bisa respek dengan lawan dan rekan setim, pelatih, maupun sesama lingkungan mereka,” tutur Rumbiak.
Ia memiliki harapan agar dalam lima atau sepuluh tahun mendatang akan ada lebih banyak anak Papua yang bermain dan bersaing di Liga Indonesia.
“Bahkan, mimpi saya ingin melihat anak-anak kita bermain di luar negeri, supaya orang di luar sana bisa melihat pemain dari Papua punya paket lengkap, menjadi seorang pemain yang profesional, baik dari segi mental, fisik, teknik dan attitude,” sambungnya.
Rumbiak punya rekam jejak kepelatihan di sejumlah klub. Terakhir, ia melatih Belitong FC di Liga 3. Meski sudah mengantongi lisensi A PSSI Diploma, pria asal Biak itu memutuskan menjadi pelatih di Papua Football Academy karena punya mimpi yang besar.
Sejak lama, ia memimpikan Papua memiliki sebuah akademi sepak bola yang bisa membawa perubahan atau peradaban baru bagi sepak bola Papua.
“[Itu] pergumulan saya sejak lama sekali. Papua harus punya akademi khusus untuk anak Papua, Dengan akademi itu, talenta dan bakat-bakat yang kita punya tidak terbuang percuma. Di PFA, segala macam hal untuk masa depan mereka dibentuk di sini. Anak Papua harus berubah dari sisi mindset, pendidikan yang lebih baik, dan sepak bolanya otomatis akan terbawa ke arah lebih baik,” ujar Rumbiak. (*)
(Ditulis oleh Sudjarwo, pemenang PFA Writing Competition di Jubi.id)